Suku Unik yang Ada di Indonesia

Berbeda-beda tetapi tetap satu, itulah Indonesia. Kata-kata itu sungguh menakjubkan, tentunya kita telah mengetahui bahwa negara Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang berbeda, berikut ini suku yang paling unik yang kita miliki antara lain:
Quote:
Quote:
Quote:
1.Suku Batak, Sumatera Utara
Quote:
Batak adalah Salah satu nama suku yang unik di Indonesia. Suku ini terletak di Sumatra Utara. Mayoritas Orang Batak beragama Kristen dan sebagian beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau Parbegu), walaupun jumlah penganut Parmalim dan Pelebegu saat ini sudah semakin berkurang.
Keunikan dari suku batak antaralain: Rumah adat yang berbentuk Perahu, Tarian, Ukiran, Adat istiadat serta tradisi-tradisi yang dimiliki.
Suku Batak terdiri dari lima sub etnis yang secara geografis dibagi menjadi:

1. Batak Toba Tapanuli, mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan menggunakan bahasa Batak Toba.
2. Batak Simalungun, mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
3. Batak Karo, mendiami Kabupaten Karo, Langkat, dan sebagian Aceh. Menggunakan bahasa Batak Karo.
4. Batak Mandailing, mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, wilayah Pakantan, dan Muara Sipongi, dan menggunakan bahasa Batak Mandailing.
5. Batak Pakpak, mendiami Kabupaten Dairi dan Aceh Selatan, dan menggunakan bahasa Batak Pakpak.

Spoiler for :

Spoiler for :
Quote:
Quote:
2.Suku Dayak, Kalimantan
Tahu kah anda mengapa Suku Dayak termasuk suku Terunik di Dunia?
coba perhatikan gambar ini, Suku dayak jaman dulu menapsirkan bahwa semakin panjang telinga yang ia miliki makah semakin cantiklah dirinya. keunikan lain dari suku ini yaitu, rumah adat (rumah panjang), Ukiran-ukiran yang cantik, Tari perang, Senjata khas seperti Mandau dan Sumpit, cara berbu binatang di dalam hutan, Baju adat, dan masih banyak lagi yanglainnya.


Spoiler for Baju Adat Dayak:

Spoiler for Rumah Adat Dayak:
Quote:
Quote:
3.Suku Asmat, Papua
Suku Asmat adalah salah satu suku terunik yang terletak di Papua Indonesia. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik begitupun dengan Koteka (baju adat) Tradisi, dan rumah Adatnya. Populasi suku Asmat terbagi dua ada yang tinggal di Pesisir Pantai dan yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir Pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. pakaian adat mereka adalah koteka dan senjata mereka adalah kayu runcing.

Spoiler for :

Spoiler for :
Quote:
Quote:
4.Suku Baduy, Banten
Suku Baduy adalah salah satu suku yang masih mempertahankan kebudayaanya dan tidak terpengaruh oleh budaya lain sampai saat ini. Meskipun perkampungannya berada tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Indonesia yaitu Jakarta yang memiliki ukuran kehidupan paling moderen ditanah air, namun masyarakat Baduy masih memiliki adat istiadat yang kuat mempertahankan tradisi hidup sederhana tanpa harus mengikuti dan menggunakan perlengkapan modern seperti yang ada di perkotaan seperti
kendaraan bermotor, televisi, radio sekolah dan lain-lain sebagainya. sehingga menjadikan suku ini salah satu suku yang paling unik di Indonesia.
Suku baduy sendiri terbagi menjadi 2 kelompk yang berbeda yaitu suku baduy dalam dan suku baduy luar dimana suku baduy luar sudah sedikit menerima budaya luar dan lebih mendekatkan diri dengan masyarakat suku moderen lainya.

Spoiler for :

Spoiler for :

Quote:
Quote:
5.Suku Kampung Bena Flores, NTT
Di kampung Bena terdapat 45 unit rumah, yang didiami oleh sembilan suku: Suku Ngada, Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Ago, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solamae, dan Suku Khopa. Untuk membedakan antara satu suku dengan suku lainnya, dipisahkan berdasarkan sembilan tingkat ketinggian tanah di kampung ini dan kuburan batu yang menjadi batas tiap-tiap suku.
Rumah adat hanya terdiri dari 3 jenis bahan: Ijuk, Bambu dan Kayu. Rumah keluarga inti pria disebut sakalobo. Ini ditandai dengan patung pria memegang parang dan lembing di atas rumah. Sementara rumah keluarga inti wanita disebut sakapu’u. Di bagian depan rumah-rumah tersebut tampak tanduk kerbau, rahang dan taring babi, ini merupakan lambang status sosial. Jumlah tanduk atau rahang babi yang tergantung di bagian muka rumah adalah jumlah hewan hasil sumbangan para kerabat saat rumah didirikan. Pada saatnya tiba si empunya rumah akan mengembalikan dengan hewan sejenis kepada si penyumbang.
Kampung Bena akan menjadi sangat ramai saat bulan Desember tiba, bahkan masyarakat Bena yang ada di luar Flores akan mudik untuk merayakan natal dan tahun baru. Mereka akan berpesta di lapangan di tengah kampung. Kebiasaan ini mungkin di picu oleh adanya BHAGA, kayu yang dipasang di atap rumah sebagai pengingat bagi generasi muda Bena agar sejauh apapun mereka pergi, mereka harus ingat untuk pulang ke kampung halaman.

Spoiler for :

Spoiler for :

Quote:

6.Suku Nias, Pulau Nias Sumatera
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran bahkan sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya yang di sebut megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.

Menurut masyarakat pulau Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora`a yang
terletak di sebuah tempat yang bernama Tetehöli Ana'a. Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau ini dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Suku Nias menerapkan sistem marga mengikuti garis ayah (Patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari kampung-kampung pemukiman yang ada di pulau tersebut.

Spoiler for :

Spoiler for :
Quote:
Quote:

7.Suku Kajang, Sulawesi Selatan
Pemuka adat Kajang menyentuhkan kakinya dengan besi panas untuk meyakinkan kejujurannya di kawasan adat Kajang, suku ini terletak di daerah pegunungan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Masyarakat suku Kajang merupakan masyarakat adat yang menjauhkan diri dari modernitas dan menutup diri dengan kehidupan masyarakat luar.
Keseragaman dan kesederhanaan tidak hanya terlihat dari bentuk rumahnya. Setiap hari, suku Kajang juga mengenakan pakaian yang warnanya sama. Mereka selalu mengenakan pakaian bewarna hitam. Bagi mereka, hitam melambangkan kesederhanaan dan kesamaan antar sesama masyarakat Kajang. Warna hitam juga dijadikan simbol agar mereka selalu ingat akan dunia akhir atau kematian. Untuk menghadapi kematian, setiap masyarakat harus mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin sejak mereka dilahirkan. Mereka harus selalu berbuat baik, menjaga alam, patuh terhadap perintah Tuhan dan ajaran leluhur.

Spoiler for :

Spoiler for :
Quote:
Quote:

8.Suku Anak Dalam, Jambi
Jika anda berkunjung ke Provinsi Jambi, mengamati kehidupan Suku Kubu atau Suku Anak Dalam (SAD) tentulah memiliki keasyikan tersendiri, seperti yang dilakukan Suku Kubu di Air Hitam, Kabupaten Sorolangun, Jambi. Kelompok Suku Kubu kawasan Air Hitam mempunyai cara khas untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit 12 yang menjadi tempat hidup mereka dengan pola ‘Hompongan’.
“Semenjak 1998 kita orang rimba SAD yang mendiami TNB12 di Air Hitam ini sudah merintis terbentuknya ‘Hompongan’, yakni dengan menetapkan satu kawasan terluar hutan TNBD untuk jadi kawasan mencari nafkah. Keunikan dari suku tersebut terlihat dari kehidupan sehari-hari mulai dari cara perpakain, rumah sebagai tempat beristirahat yang alakadarnya, tapi mereka masih sangat perduli terhadap kelestarian hutan yang ada disekitar mereka. Bagaimana, apakah anda bisa melestarikan hutan juga tanpa merusaknya?, mari kita mulai dari sekarang untuk bersahabat dengan Alam agar Alam tidak murkah kepada kita. "Akan Timbul Kerusakan Di Daratan Dan Di Lautan Akibat Ulah Tangan Manusia."
Banyak aturan yang ketat di sana. Pria asing boleh masuk hutan kalau ditemani pria rimba. Setiap masuk harus berteriak terlebih dahulu. Ado jentan kiuna (Ada laki-laki di sana?). Setelah mendapat jawaban, baru bisa masuk.
Pria yang harus tetap mengenakan penutup bawah. Jika melanggar, si pria juga akan didenda membayar sejumlah kain.Pria dan perempuan Suku Anak Dalam juga dilarang berduaan. Jika ketahuan, mereka akan dikimpoikan paksa. Tapi, sebelumnya tubuh mereka akan dihujani pukulan rotan sebagai hukuman karena telah mempermalukan orang tua.Suku Anak Dalam tinggal di sebuah rumah godong. Luasnya sekitar 6 x 4 meter. Rumah itu biasanya didirikan kalau mereka membuka lahan, atau untuk menunggu panen. Dulu mereka hanya menanam ubi-ubian. Kini mereka sudah bisa menanam kelapa sawit.Rumah godong itu hanya digunakan untuk menyimpan makanan atau peralatan mereka. Untuk tidur, mereka biasa merebahkan badan di atas tanah. Sebagian membuat tenda dari terpal. Untuk mandi, mereka cukup mencelupkan tubuh ke kolam atau sungai. Tentunya tanpa sabun.

Spoiler for :

Spoiler for :

Quote:
Quote:
9.Suku Toroja,Sulawesi Selatan
Tana Toraja di Sulawesi Selatan sudah lama terkenal dengan alam pegunungannya yang permai serta ritual adatnya yang unik. Yang paling tersohor, tentu saja, pesta Rambu Solo yang digelar menjelang pemakaman tokoh yang dihormati.

Tiap tahun pesta yang berlangsung di beberapa tempat di Toraja ini senantiasa mengundang kedatangan ribuan wisatawan.Selain Rambu Solo, sebenarnya ada satu ritual adat nan langka di Toraja, yakni Ma’ Nene’, yakni ritual membersihkan dan mengganti busana jenazah leluhur.
Ritual ini memang hanya dikenal masyarakat Baruppu di pedalaman Toraja Utara. Biasanya, Ma’ Nene’ digelar tiap bulan Agustus. Saat Ma’ Nene’ berlangsung, peti-peti mati para leluhur, tokoh dan orang tua, dikeluarkan dari makam-makam dan liang batu dan diletakkan di arena upacara.

Di sana, sanak keluarga dan para kerabat sudah berkumpul. Secara perlahan, mereka mengeluarkan jenazah (baik yang masih utuh maupun yang tinggal tulang-belulang) dan mengganti busana yang melekat di tubuh jenazah dengan yang baru.Mereka memperlakukan sang mayat seolah-olah masih hidup dan tetap menjadi bagian keluarga besar.

Spoiler for :

Spoiler for :

Spoiler for :


2 comments:

{ Unknown } at: November 15, 2016 at 8:23 PM said...

kenapa gak ada suku mandar,sulawesi barat

{ Unknown } at: September 28, 2018 at 11:23 AM said...

thank infonya sangat bermanfaat, kunjungi http://bit.ly/2CNOHb3

Post a Comment

 
JAMPI © 2012 Design oleh Blogger | Sponsored by mbah gugel - pak yahoo! - Hosting gambar - Hosting javascript - JAMPI SMAN 1 PURWOREJO