Pendidikan Jepang merupakan salah satu kiblat yang dijadikan sistem acuan oleh berbagai negara di dunia. Hal ini karena pendidikan di negeri Sakura ini dianggap sebagai salah satu pendidikan dengan sistem yang paling baik. Oleh karena itu, banyak pihak yang menjadikan negara Jepang sebagai salah satu negara tujuan saat hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pendidikan Jepang juga dianggap memiliki peran penting dalam proses penciptaan kemajuan negara Jepang. Padahal, negara yang beribukota di Tokyo ini pernah mengalami bencana yang sangat besar sehingga menghancurkan banyak fasilitas di negara itu. Hal ini terjadi, ketika masa perang dunia berlangsung, dimana dua buah bom atom meluluh lantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang menyerah kalah dari tentara Sekutu.
Ketika mengalami kehancuran, bangsa Jepang tidak menjadikan kondisi tersebut sebagai sebuah hambatan dan meratapinya terlalu lama. Mereka segera bangkit dan bahu membahu dalam mewujudkan impian untuk kembali membangun kejayaan Jepang. Salah satu hal penting yang dijadikan prioritas adalah memperbaiki sistem pendidikan Jepang yang diyakini sebagai tonggak dasar pembangunan.
Hal ini terjadi pada masa awal pembangunan kembali negara Jepang. Guru merupakan sosok yang paling diperhatikan pada masa itu. Hal ini diwujudkan dengan pertanyaan para pemimpin Jepang, yang meminta data tentang jumlah guru yang masih hidup setelah bencana bom atom yang merenggut banyak korban jiwa terjadi.
Perhatian pada keberadaan guru inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Jepang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Guru menjadi sebuah profesi yang sangat dihormati di Jepang. Karena masyarakat Jepang menyadari, tanpa jasa seorang guru maka mereka tidak akan memiliki kemampuan dalam hal apapun. Lebih jauh, bangsa Jepang tidak akna mencapai kejayaan sebagaimana yang mereka raih sekarang ini tanpa peran besar dari seorang guru.
Pada proses evaluasi ini, banyak aspek yang dijadikan bahan penilaian dari siswa pada pendidik. Mulai dari aspek sederhana, seperti masalah kedisiplinan waktu mengajar, cara menyampaikan materi, materi ajar yang disampaikan hingga masalah penilaian proses diskusi dalam kelas.
Semua aspek tersebut menjadi pokok penilaian seorang siswa pada pendidik mereka. Tujuannya adalah agar kegiatan belajar mengajar yang ada, memiliki sebuah proses kontrol yang ketat dari peserta kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Proses evaluasi dilakukan menggunakan lembar evaluasi yang akan diisi oleh para siswa. Dalam lembar tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan penilaian pada semua aspek yang memiliki hubungan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Nantinya, hasil penilaian yang dibuat oleh para siswa tersebut akan diteruskan kepada atasan sang pengajar. Dan nantinya, pengajar tersebut akan mendapatkan hasil penilaian tanpa mengetahui siapa yang memberikan penilaian atau pendapat atas sebuah aspek.
Bagi lembaga pendidikan sendiri, proses penilaian ini memiliki beberapa manfaat. Antara lain, mereka akan mengetahui kualitas dari seorang pendidik. Sehingga pada nantinya bisa diketahui apakah seseorang masih diberikan tugas untuk menyampaikan suatu materi ajar atau tidak. Semua didasarkan pada proses penilaian yang diberikan oleh peserta didik tersebut secara independen dan rahasia.
Evaluasi juga bisa dilakukan tanpa menggunakan lembar evaluasi ini. Namun, fungsinya tidak kalah efektif dalam menilai kapabilitas dan kualitas seorang pendidik di mata para peserta didik. Cara kedua ini, terlihat lebih informal dan mengesankan kondisi yang santai.
Sistem evaluasi menggunakan cara kedua ini adalah menggunakan media komunikasi verbal. Dimana seorang siswa akan diajak berbincang-bincang secara santai tentang pendapat mereka mengenai seorang pengajar. Di sinilah, akan digali bergagai macam informasi mengenai seorang pengajar tersebut. Dan informasi inilah yang nantinya dijadikan acuan lembaga pendidikan untuk menentukan penilaian pada pengajar yang dimaksud. Suatu penilaian umum daris seorang peserta didik, bisa menjadi gambaran umum mengenai seorang pengajar.
Sebagai contoh, apabila seorang peserta didik menyatakan senang diajar oleh seorang pengajar maka bisa ditarik kesimpulan bahwa dalam menyampaikan materi ajarnya, seorang pendidik sudah sesuai dengan ketentuan. Dan sebaliknya, apabila ada siswa yang mengeluhkan mengenai cara mengajar dari seorang pendidik maka pihak pengurus lembaga pendidikan harus bisa menindaklanjuti. Seperti bertanya pada hal apa saja yang dianggap kurang menyenangkan.
Jika hal yang kurang menyenangkan tersebut berkaitan langsung dengan materi ajar, maka pihak lembaga pendidikan bisa menyampaikan apresiasinya pada sang pendidik. Namun, bila tidak berkaitan dengan masalah materi ajar, maka informasi yang masuk bisa menjadi sebuah penilaian awal. Untuk selanjutnya, informasi tersebut harus digali lebih dalam untuk mendapatkan data yang akurat atas apa yang sudah disampaikan oleh peserta didik tersebut.
Untuk level universitas dan pendidikan pasca sarjana, ada empat poin utama yang menjadi bahan evaluasi. Empat titik kaji utama dalam proses evaluasi tersebut antara lain adalah :
Meski memiliki perbedaan, kedua sistem evaluasi ini sama-sama mempunyai manfaat bagi para pendidik baik guru atau pun dosen. Karena dengan dibuatnya sistem evaluasi ini, setiap pendidik bisa memperoleh beberapa informasi dari para siswa. Dengan demikian, segala kekurangan yang belum mereka sadari bisa diketahui dari masukan para siswa tersebut.
Dengan demikian, dalam proses penyampaian materi pendidikan selanjutnya bisa dilakukan penyempurnaan atas kekurangan yang ada. Sehingga untuk selanjutnya mereka bisa meningkatkan kemampuan di masa yang akan datang. Dan yang paling penting dari proses evaluasi ini adalah kebesaran hati dari para pengajar atas evaluasi yang diberikan oleh seluruh peserta didik.
Di Jepang, pendidikan adalah hal yang sangat diperhatikan. Seperti yang sudah dituliskan di atas, bahwa pendidikan menjadi ujung tombak sebuah kemajuan suatu negara. Dan terbukti, hal tersebut sangat dipahami oleh pemerintah Jepang.
Berbagai macam fasilitas diberikan untuk menunjang pendidikan yang berkualitas. Dan hal tersebut diberikan secara gratis. Bagi anak yang tidak mampu, akan ada bantuan khusus. Sehingga tak ada alasan bagi para pemuda-pemudi di Jepang untuk tidak belajar. Mereka semua bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.
Bagaimana di Indonesia? Rupanya pendidikan belum menjadi prioritas penting di Indonesia. Sepertinya, hanya kelompok minoritas saja yang peduli. Selebihnya, cenderung kapitalis. Bukan bermaksud menghina bangsa sendiri, namun kenyataan di lapangan memang seperti itu.
Coba saja lihat pendidikan di kota besar dan di desa. Terdapat jurang pemisah yang begitu dalam. Di kota, pendidikan bisa dinikmati dengan mudah dengan beragam fasilitas, namun di desa apalagi pelosok, betapa seringnya kita melihat banyak sekali sekolah hancur dan buku-buku yang tidak lengkap. Sungguh ironi.
Di Indonesia memang ada sekolah gratis, namun coba tengok. Bagaimana kualitasnya? Apakah sama dengan sekolah yang SPP-nya mahal? Bisa kita bandingkan, semakin mahal SPP di suatu sekolah maka kualitasnya semakin bagus, begitu pula sebaliknya.
Sehingga terciptalah sebuah opini bahwa yang berhak dan bisa menikmati pendidikan bagus hanyalah orang-orang kaya semata. Itulah bukti konkret bahwa di Indonesia pendidikan masih belum diperhatikan.
Oleh sebab itu, bila Indonesia ingin maju seperti negara Jepang, sistem pendidikannya juga harus meniru sistem pendidikan Jepang, dalam hal kualitas dan ketidakberpihakan pendidikan terhadap kaum kaya semata.
Pendidikan Jepang juga dianggap memiliki peran penting dalam proses penciptaan kemajuan negara Jepang. Padahal, negara yang beribukota di Tokyo ini pernah mengalami bencana yang sangat besar sehingga menghancurkan banyak fasilitas di negara itu. Hal ini terjadi, ketika masa perang dunia berlangsung, dimana dua buah bom atom meluluh lantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang menyerah kalah dari tentara Sekutu.
Ketika mengalami kehancuran, bangsa Jepang tidak menjadikan kondisi tersebut sebagai sebuah hambatan dan meratapinya terlalu lama. Mereka segera bangkit dan bahu membahu dalam mewujudkan impian untuk kembali membangun kejayaan Jepang. Salah satu hal penting yang dijadikan prioritas adalah memperbaiki sistem pendidikan Jepang yang diyakini sebagai tonggak dasar pembangunan.
Hal ini terjadi pada masa awal pembangunan kembali negara Jepang. Guru merupakan sosok yang paling diperhatikan pada masa itu. Hal ini diwujudkan dengan pertanyaan para pemimpin Jepang, yang meminta data tentang jumlah guru yang masih hidup setelah bencana bom atom yang merenggut banyak korban jiwa terjadi.
Perhatian pada keberadaan guru inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Jepang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Guru menjadi sebuah profesi yang sangat dihormati di Jepang. Karena masyarakat Jepang menyadari, tanpa jasa seorang guru maka mereka tidak akan memiliki kemampuan dalam hal apapun. Lebih jauh, bangsa Jepang tidak akna mencapai kejayaan sebagaimana yang mereka raih sekarang ini tanpa peran besar dari seorang guru.
Sistem Evaluasi
Salah satu perbedaan antara pendidikan Jepang dan Indonesia adalah terletak pada sistem evaluasi pada proses kegiatan belajar mengajar. Di Indonesia, sistem evaluasi yang terjadi biasanya berlangsung dari seorang pendidik pada siswa yang diajar. Namun di Jepang, proses evaluasi ini terjadi dari siswa pada pendidik mereka terkait kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tersebut.Pada proses evaluasi ini, banyak aspek yang dijadikan bahan penilaian dari siswa pada pendidik. Mulai dari aspek sederhana, seperti masalah kedisiplinan waktu mengajar, cara menyampaikan materi, materi ajar yang disampaikan hingga masalah penilaian proses diskusi dalam kelas.
Semua aspek tersebut menjadi pokok penilaian seorang siswa pada pendidik mereka. Tujuannya adalah agar kegiatan belajar mengajar yang ada, memiliki sebuah proses kontrol yang ketat dari peserta kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Proses evaluasi dilakukan menggunakan lembar evaluasi yang akan diisi oleh para siswa. Dalam lembar tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan penilaian pada semua aspek yang memiliki hubungan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Nantinya, hasil penilaian yang dibuat oleh para siswa tersebut akan diteruskan kepada atasan sang pengajar. Dan nantinya, pengajar tersebut akan mendapatkan hasil penilaian tanpa mengetahui siapa yang memberikan penilaian atau pendapat atas sebuah aspek.
Bagi lembaga pendidikan sendiri, proses penilaian ini memiliki beberapa manfaat. Antara lain, mereka akan mengetahui kualitas dari seorang pendidik. Sehingga pada nantinya bisa diketahui apakah seseorang masih diberikan tugas untuk menyampaikan suatu materi ajar atau tidak. Semua didasarkan pada proses penilaian yang diberikan oleh peserta didik tersebut secara independen dan rahasia.
Evaluasi juga bisa dilakukan tanpa menggunakan lembar evaluasi ini. Namun, fungsinya tidak kalah efektif dalam menilai kapabilitas dan kualitas seorang pendidik di mata para peserta didik. Cara kedua ini, terlihat lebih informal dan mengesankan kondisi yang santai.
Sistem evaluasi menggunakan cara kedua ini adalah menggunakan media komunikasi verbal. Dimana seorang siswa akan diajak berbincang-bincang secara santai tentang pendapat mereka mengenai seorang pengajar. Di sinilah, akan digali bergagai macam informasi mengenai seorang pengajar tersebut. Dan informasi inilah yang nantinya dijadikan acuan lembaga pendidikan untuk menentukan penilaian pada pengajar yang dimaksud. Suatu penilaian umum daris seorang peserta didik, bisa menjadi gambaran umum mengenai seorang pengajar.
Sebagai contoh, apabila seorang peserta didik menyatakan senang diajar oleh seorang pengajar maka bisa ditarik kesimpulan bahwa dalam menyampaikan materi ajarnya, seorang pendidik sudah sesuai dengan ketentuan. Dan sebaliknya, apabila ada siswa yang mengeluhkan mengenai cara mengajar dari seorang pendidik maka pihak pengurus lembaga pendidikan harus bisa menindaklanjuti. Seperti bertanya pada hal apa saja yang dianggap kurang menyenangkan.
Jika hal yang kurang menyenangkan tersebut berkaitan langsung dengan materi ajar, maka pihak lembaga pendidikan bisa menyampaikan apresiasinya pada sang pendidik. Namun, bila tidak berkaitan dengan masalah materi ajar, maka informasi yang masuk bisa menjadi sebuah penilaian awal. Untuk selanjutnya, informasi tersebut harus digali lebih dalam untuk mendapatkan data yang akurat atas apa yang sudah disampaikan oleh peserta didik tersebut.
Tingkat Penilaian
Proses penilaian ini bukan hanya terjadi di sekolah saja. Namun proses evaluasi juga bisa dilakukan hingga jenjang pendidikan tinggi sampai level pasca sarjana. Meskipun untuk penilaian di tingkat ini, sering dijumpai berbagai hambatan untuk memperoleh obyektivitas dari peserta didik. Karena, di tingkat ini banyak mahasiswa yang memberikan penilaian dengan dasar perasaan suka atau tidak suka pada pengajar mereka.Untuk level universitas dan pendidikan pasca sarjana, ada empat poin utama yang menjadi bahan evaluasi. Empat titik kaji utama dalam proses evaluasi tersebut antara lain adalah :
- Tingkat aktivitas dari peserta didik pada kuliah yang bersangkutan. Aktivitas ini berhubungan dengan angka kehadiran serta partisipasi siswa di kelas pada saat kuliah berjalan.
- Poin yang ditanyakan adalah permasalahan kuliah secara umum
- Kemampuan pengelolaan kelas oleh dosen. Misalnya dari tingkat ketepatan waktu, keseriusan mengajar, tindakan pada siswa yang terlambat atau mereka yang mengganggu jalannya kegiatan belajar.
- Menilai di bidang umum, misalnya penampilan dosen atau ketertiban dalam melaksanakan kewajibannya.
Meski memiliki perbedaan, kedua sistem evaluasi ini sama-sama mempunyai manfaat bagi para pendidik baik guru atau pun dosen. Karena dengan dibuatnya sistem evaluasi ini, setiap pendidik bisa memperoleh beberapa informasi dari para siswa. Dengan demikian, segala kekurangan yang belum mereka sadari bisa diketahui dari masukan para siswa tersebut.
Dengan demikian, dalam proses penyampaian materi pendidikan selanjutnya bisa dilakukan penyempurnaan atas kekurangan yang ada. Sehingga untuk selanjutnya mereka bisa meningkatkan kemampuan di masa yang akan datang. Dan yang paling penting dari proses evaluasi ini adalah kebesaran hati dari para pengajar atas evaluasi yang diberikan oleh seluruh peserta didik.
Sistem Pendidikan Jepang dan Indonesia
Setelah Hirosima dan Nagasaki dibombardir habis-habisan oleh sekutu, pemerintah Jepang tentunya membangun negara tersebut dari nol. Nyatanya, bak macan tutul yang sigap, Jepang mampu berlari kencang dan menjadi juara. Hal tersebut tak lepas dari sistem pendidikan Jepang yang bagus.Di Jepang, pendidikan adalah hal yang sangat diperhatikan. Seperti yang sudah dituliskan di atas, bahwa pendidikan menjadi ujung tombak sebuah kemajuan suatu negara. Dan terbukti, hal tersebut sangat dipahami oleh pemerintah Jepang.
Berbagai macam fasilitas diberikan untuk menunjang pendidikan yang berkualitas. Dan hal tersebut diberikan secara gratis. Bagi anak yang tidak mampu, akan ada bantuan khusus. Sehingga tak ada alasan bagi para pemuda-pemudi di Jepang untuk tidak belajar. Mereka semua bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.
Bagaimana di Indonesia? Rupanya pendidikan belum menjadi prioritas penting di Indonesia. Sepertinya, hanya kelompok minoritas saja yang peduli. Selebihnya, cenderung kapitalis. Bukan bermaksud menghina bangsa sendiri, namun kenyataan di lapangan memang seperti itu.
Coba saja lihat pendidikan di kota besar dan di desa. Terdapat jurang pemisah yang begitu dalam. Di kota, pendidikan bisa dinikmati dengan mudah dengan beragam fasilitas, namun di desa apalagi pelosok, betapa seringnya kita melihat banyak sekali sekolah hancur dan buku-buku yang tidak lengkap. Sungguh ironi.
Di Indonesia memang ada sekolah gratis, namun coba tengok. Bagaimana kualitasnya? Apakah sama dengan sekolah yang SPP-nya mahal? Bisa kita bandingkan, semakin mahal SPP di suatu sekolah maka kualitasnya semakin bagus, begitu pula sebaliknya.
Sehingga terciptalah sebuah opini bahwa yang berhak dan bisa menikmati pendidikan bagus hanyalah orang-orang kaya semata. Itulah bukti konkret bahwa di Indonesia pendidikan masih belum diperhatikan.
Oleh sebab itu, bila Indonesia ingin maju seperti negara Jepang, sistem pendidikannya juga harus meniru sistem pendidikan Jepang, dalam hal kualitas dan ketidakberpihakan pendidikan terhadap kaum kaya semata.